TAMU

Senin, 02 Februari 2015

FALL AND RAIN



Hallo! Ini cerpen sebenernya bisa kalian baca di facebook Cerita Kejoe, tapi berhubung gue bingung mau ngisi apa di blog ini, akhirnya gue mutusin buat re-share nih cerita. Gak papa kan? Okeh okeh, kita langsung baca aja yuk.



Story*

“….berisi tentang bagaimana hujan,rindu dan masa lalu menjadi trilogi yang tidak bisa dipisahkan.”

Rindudan masa lalu adalah sepasang ikatan yang sangat erat. Dua hal ini menjadi  sesuatu yang menakutkan bagi hati yang ingin melepas kenangan. Begitu kejam  karena tidak mau lepas, seperti sudah terikat pada garis kehidupan. Angin  berhembus membawa setiap kenangan, semerdekanya menabukarkan luka pada hati yang  sebentar lagi akan terobati. Sungguh tega dan membuatku semakin membenci waktu,kenapa waktu tidak bisa menghentikan kenangan?

Aku  adalah gadis yang selalu tersenyum malu di balik rambut panjang yang tergerai.Pribadi yang menurutku kuat menghantam kenangan yang setiap detiknya melintas  tanpa permisi, memporandakan kondisiku yang belum tertata. Seseorang sepertiku  hanya bisa tersenyum menatap kejamnya masa lalu. Menganggap jika itu adalah  hadiah yang membantuku kuat.

Tiga  tahun di musim gugur yang lalu, aku masih menjadi gadis yang tidak tahu apa itu  rapuh dan apa itu kesakitan. Aku hanya mengenal jika dunia saat itu adalah masa  yang menyenangkan dengan senyuman manis di setiap orang yang ku lintasi. Sampai  pada pertengah musim gugur aku mulai mengenal rasa menyukai lawan jenis, kala  itu aku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Seseorang yang membuatku tersipu  malu adalah laki- laki manis bernama Rain.

Dimulai  saat aku menjadikan perpustakaan kota sebagai tempat favoritku sepulang  sekolah. Aku selalu mengunjungi perpustakaan karena aku menyukai buku dan buka  adalah mata ketigaku untuk melihat dunia. Bahkan seorang penulis pernah  mengatakan bahwa wanita seksi adalah wanita yang gemar membaca. Dan aku  menyetujui hal itu. Serta karena buku, aku bertemu dengan Rain. Kami bertemu  karena kami sama- sama mencari satu judul buku yang sama.

_00oo00_

Rain  menjadi nama yang selalu membangunkanku saat matahari menggantikan bulan.  Mengirimkan ucapan selamat pagi setiap harinya yang sama namun selalu berhasil  membuat hatiku bergetar dan terbang.  Kadang kala Rain selalu menjadi teman baik  saat sekumpulan tugas berbaris di depanku, dia akan ikut membantu mengerjakan  tugasku yang menari- nari meledek. Dan Rain akan berubah menjadi alarm saat aku  lupa jam makan siang. Waktuku selalu berharga setiap ada Rain.

Namun,aku begitu membenci salah satu sifatnya. Apa? Rain tidak bisa mengucapkan kata-  kata manis. Suatu ketika aku pernah benar- benar marah tentang satu sifatnya  itu. Kala itu jam istirahat merupakan waktu dimana aku gemar berkumpul bersama  Valen dan Risma. Kami sama- sama menceritakan hal manis yang pernah dirasa. Dan  cerita manis itu selalu berkaitan dengan pacar. Aku hanya bisa menggunakan hati  untuk menceritakan itu semua. Bahkan aku hanya bisa mendengar gelutukan gigi  mereka yang kesal karenaku.

Dan  malam setelahnya Rain kebetulan menemuiku. Kami duduk di teras rumah dengan  hening tanpa memperdulikan dua cangkir teh yang bosan karena terus menguap.  Keheningan berakar sejak setengah jam yang lalu, sehingga berkembang tidak  karuan seperti ini. Kami asyik dengan kegiatan masing- masing. Aku asyik dengan  kegiatan menundukan kepala, melihat kedua kakiku yang terus bergerutu karena  kedinginan dan Rain asyik dengan kegiatan mengetukan jari- jemarinya di atas  meja. Hal yang begitu menggemaskan bagi orang yang melihat ini.

“ Katakan apa salahku.”
Rain memulai memangkas  keheningan sedangkan aku tetap diam. Ku beri tahu, Rain memiliki mata yang  tajam dan akan menusuk di saat seperti ini, membuatku tidak berani menatapnya.  Merasa tidak mendapat jawaban dariku, Rain kembali mengulangi ucapannya.  Ucapannya lebih menuntut.

“Milen, tolong katakan apa salahku!” notasinya dinaikan, sedangkan aku masih  pelit untuk memamerkan suara. Detik selanjutnya dia mengangkat daguku dan dia  berhasil membuatku menatapnya. Tatapan matanya lagi- lagi dapat kubaca dan  sekarang tatapannya menuntutku untuk bersuara.

“Rain, aku—” aku kembali menumbuhkan akar keheningan dengan memotong ucapanku.  Begitu menyebalkan diriku saat ini. Namun lagi- lagi Rain mengangkat daguku.

“ Ini masalah tentang  temanku dan pacarnya.” Rain merubah ekspresinya, menunggu puluhan ucapan yangsebentar lagi akan keluar berurutan dari mulutku.

“ Aku iri pada mereka  Rain. Mereka selalu diberi ucapan manis. Contoh Valen, pacarnya selalu  mengirimkan Pu—” mungkin karena Rain mengerti tentang topik yang dibicarakan,dia buru- buru memotongnya.
“Milen!” dia meraih tanganku dan digenggamnya. Dia kembali menatapku dan  memerkan tatapan tajamnya. Mungkin detik selanjutnya dia akan membunuhku dengan  puluhan tatapan tajamnya yang kali ini membuatku ngeri.

“ Katakan siapa  namaku!”

“Rain.”

“ Kamu tahu namaku.  Kamu seharusnya tahu bagaimana aku, Milen. Dan kuberi tahu padamu, aku berbeda  dengan pacar temanmu.”

“ Aku tidak mengerti  ucapanmu Rain.”

“ Caraku menyampaikan  suatu hal yang manis tidak melalui perkataan. Karena jika kamu perhatikan, aku  menyampaikan hal manis itu melalui perlakuanku.”

Detik selanjutnya aku  tersenyum dan memeluknya. Jika kamu perhatikan, dia barusan berhasil mengatakan  hal yang manis. Dan hatiku bergetar menyukainya.

_00oo00_

Hari  itu, angin membawa musim gugur untuk terakhir kalinya. Cermin dengan ukiran  kayu tersenyum menatapku yang masih bermain dengan sisir. Sebuah suara  membuatku semakin menarik bibir, lantas tungkai kakiku membawa ke pekarangan  rumah yang di sana Rain menunggu dengan bibir terangkat, semakin mempertegasjika dia memang laki- laki yang paling tampan.

Jari-jemari itu saling bertautan. Aku selalu menyukai bagian ini. Tidak mengapa aku  menyukainya karena tangannya benar- benar hangat saat menggenggamku, seperti  coklat panas buatan ibu. Senyumnya bahkan seperti candu yang akan membuatku  hilang kendali dan tanpa izin menerbangkan jutaan gelembung di perutku. Dia  terus menggandengku kemanapun langkahnya ingin pergi, kurasa dia benar- benaringin menjagaku agar tak satu pun tangan jahil menyakitiku.

Aku  memintanya untuk istirahat sejenak, dia membawaku duduk di salah satu kedai  kopi. Kami memesan minuman yang sama. Frapuccino. Aku menatap langit luar,  besok tidak ada lagi daun yang berguguran. Besok salju akan datang. Kalian  tahu, aku benci salju.

Salju dingin. Tidak  bisa melakukan apapun. Bahkan salju menyiksaku dengan segala cara agar aku  tidak pergi ke luar, membuat tanaman yang kutanam di pekarangan rumah sakit  karenannya. Dan yang paling kubenci dari salju adalah salju dapat membuat air  hujan pergi.

_00oo00_

Rain  mengecup keningku saat matahari mengizinkan bulan datang. Kini Rain memeluk  kudengan kehangatan yang sudah kuhafal baunya. Dia kemudian memberiku sebuah  liontin hati yang detik kini sudah terpasang manis. Dia lagi- lagi membuatku  tidak bisa menyentuh tanah, seperti semuanya menjadi awan putih yang nakal.

Jemarinya  terlepas dari jemariku. Tungkainya memaksa dia untuk pulang. Aku hanya  melambaikan tangan, menggiringnya dengan hati- hati agar ia tidak terjatuh. Dia  berhasil membuatku melupakan bagaimana dia membuatku kesal kala itu. Kini,langkahku menuntunku memasuki rumah, membuka kenop pintu yang beberapa saat  lalu memberengut karena dihiraukan olehku.

Esoknya  pagi menyambutku dengan kejam. Salju turun membawa butiran putih yang sampai  sekarang aku tidak bisa memahaminya. Aku melirik ponsel di meja.  Benda putih  persegi itu menarik perhatianku. Aku terkejut bukan main karena puluhan  panggilan tidak terjawab dan pesan masuk hanya berisi nama Rain. Dan kalian  tahu, ini ucapan selamat pagi dari Rain yang terakhir.

Selamat pagi cantikku. Salju pertama  pagi ini harus membawaku pergi. Dan dia membawaku ke Inggris. Maaf membuat  musemakin membenci salju. Jangan menangis. Love you.
Rain.

Dan kalian lihat, salju  benar- benar tega membawa Rain pergi.

_00oo00_

Embusan  angin datang di sela hujan yang menangis. Aku tetap menatap keluar di balik  jendela. Kalian harus tahu, aku ini memiliki jutaan definisi tentang hujan.  Kuberitahu salah satu definisi dari hujan. Hujan adalah teman dekat dari rindu.

Hujan  dengan suaranya benar- benar menyiksaku dengan segala keahliannya. Hujan  memiliki keahlian membawaku ke masa lalu hanya beberapa detik. Dan hujan memang  benar- benar hebat dalam menjungkir balikan segala kekuatanku agar tidak  menoleh kebelakang, ke masa lalu. Nyanyian di musim hujan bahkan berisi tentang  bagaimana hujan, rindu dan masa lalu menjadi trilogi yang tidak bisa  dipisahkan.

Tiga  tahun tanpa Rain penuh dengan usaha keras. Aku harus memulai segalanya dengan  luka yang terbuka lebar. Selama tiga tahun itu Rain tidak lagi menjadi nama  yang membangunkanku di pagi hari. Rain tidak lagi menjadi teman saat sekumpulan  tugas menari di depanku. Rain tidak lagi menjadi alarm saat aku lupa makan  siang dan Rain tidak lagi menjadi hal yang berharga dalam waktuku. Dia hanya  menjadi siluet yang menyebalkna karena terus muncul di setiap harinya.

Tiga  tahun itu warna hidupku hanya mononton, selalu hitam. Rain memang sangat  mempengaruhi kehidupanku. Dulu  bahkan, aku mengenal sejuta warna yang Rain  siramkaan setiap saat pada kehidupanku. Dia bahkan membantuku menghapus segala  warna gelap yang terus menemaniku. Namun kini, dia bahkan mengajariku tentang  bagaimana mencampur warna. Dan dia hanya mengajariku cara mencampurkan warna  putih dan hitam. Warna yang ingin kuhindari.

Pagi akhirnya datang  saat hujan reda. Aku sudah rapi dengan pakaian yang membantu menutupi segala  luka yang tertoreh di hati. Rumah yang menjadi tempat menyebalkan selama tiga  tahun ini, dengan tega mendepakku agar keluar mencari udara yang segar. Aku  mengunjungi festival musim gugur. Rain sungguh tega betul. Tiga kali musim  gugur dia tidak memberi kabar padaku. Dia tidak mati kan?

Rain benar- benar tega.Meninggalkanku dengan mudahnya, bahkan cara berpamitannya melalui pesan  singkat. Dan benda peninggalannya hanyalah sebuah liontin hati yang baru- baru  ini ku tahu jika di liontinnya terdapat tulisan I’ll be back. Dan inilah aku, gara- gara sebuah tulisan pada  liontin aku rela kesepian hanya untuk menunggu seseorang.

Angin berhembus,mendorongku agar mengendus bau daun yang berjatuhan. Aku tidak begitu tertarik  dengan acara kali ini. Aku hanya berpikir, acara ini akan terasa menyenangkan  jika Rain menggandengku di sini. Namun angin seperti mendengarku, tanganku  benar- benar terasa digenggam oleh seseorang. Tangan hangat yang kurindukan.  Dan angin membisikan suara yang ku rindukan selama ini.

“ Milen. Aku  merindukanmu.” Ketika aku menoleh. Senyuman itu terangkat. Dia akhirnya kembali  bersama daun yang berguguran. Rain, dia kembali.
-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar